Kebudayaan Tari Jaipong
Daerah
Jawa Barat tak lepas dari keanekaragaman kebudayaan dan kesenian yang ada
didalamnya, diantaranya seni tari, seni rupa, seni musik dan lain sebagainya.
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai kebudayaan dan kesenian
dalam bidang seni tari, yaitu Tari Jaipong. Tari Jaipong merupakan salah satu
tarian yang banyak dikenal dan dipelajari oleh masyarakat dari sekian banyaknya
seni tari yang ada didaerah Jawa Barat.
Pada
awalnya Tari Jaipong ditemukan oleh seorang seniman asal Bandung yang bernama
Gugum Gumbira. Beliau terinspirasi pada kesenian rakyat yang salah satunya
adalah Ketuk Tilu. Kesenian Ketuk Tilu tersebutlah yang menjadikan beliau
mengetahui dan mengenal dengan baik pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan atau Bajidoran atau Ketuk Tilu. Sehingga pada akhirnya beliau dapat
mengembangkan tarian atau kesenian tersebut yang saat ini di kenal dengan nama
Jaipongan.
Sejarah Tari
Jaipong
Kesenian Jaipongan karya seorang Gugum Gumbira yang pertama kali mulai dikenal
oleh masyarakat sebagai tari “Daun Pulus Keser Bojong” dan “Rendeng
Bojong” yang dimana keduanya merupakan jenis tari putri dan tari
berpasangan (antara putra dan putri). Pada awal kemunculannya tarian tersebut
semula masyarakat menganggapnya sebagai gerakan yang erotis dan vulgar. Namun seiring
berjalannya waktu, tari ini semakin dikenal dan dimininati oleh masyarakat luas.
Sehingga permintaan akan pertunjukkan Tari Jaipong ini pun mulai semakin
meningkat, baik di media televisi, hajatan yang dilaksanan oleh masyarakat,
maupun di beberapa perayaan-perayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Bentuk Penyajian dan Ciri Khas Tari Jaipong
Tari
Jaipong memiliki beberapa ciri khas yang ada didalamnya, misalnya yang terdapat
pada gaya kaleran. Pada gaya kaleran terdapat beberapa ciri khasnya, yaitu yaitu
keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas dan kesederhanaan. Ciri khas
tersebutlah yang membuat masyarakat semakin tertarik dan antusias terhadap tari
ini, hal tersebut terlihat dalam pola penyajian pada pertunjukkannya, dimana
terdapat tarian yang diberi pola (Ibing Pola) seperti yang terdapat pada Tari
Jaipong yang ada di Bandung, dan terdapat pula tarian yang tidak dipola (Ibing
Saka), misalnya pada Tari Jaipong yang terdapat di Subang dan Karawang. Istilah
tersebut dapat kita temukan pada Tari Jaipong gaya Kaleran, terutama di daerah
Subang. Dalam penyajiannya terdapat gaya kaleran dalam Jaipongan, diantaranya sebagai
berikut :
- Tatalu.
- Kembang Gadung.
- Buah Kawung Gopar.
- Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (seorang Sinden tetapi tidak menyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih).
- Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukkan ketika para penonton (Bajidor) sawer uang (Jabanan) sambil salam tempel. Istilah Jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Seiring
dengan berjalannya waktu Tari Japong itu sendiri mengalami perkembangan, dan
hal tersebut terjadi pada tahun 1980-1990-an, dimana Gugum Gumbira menciptakan
beberapa tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul
Man gut, Iring-firing Daun Puring, Rawayan dan Tari Kawung Anten.
Saat
ini Tari Jaipong boleh dikatakan sebagai salah satu identitas keseniaan Jawa
Barat, hal tersebut terlihat pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan
dengan tamu dari negara asing yang datang berkunjung ke Jawa Barat, dimana para
tamu tersebut akan disambut dan disuguhkan dengan pertunjukan Tari Jaipong.
Tari Jaipong sangat memengaruhi kesenian-kesenian lain yang terdapat di
masyarakat Jawa Barat, baik yang terdapat pada seni pertunjukan wayang, degung,
genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir di semua pertunjukan rakyat
maupun pada musik dangdut modern dikolaborasikan dengan Jaipong .
Sumber Referensi
:
http://kebudayaan1.blogspot.com/2013/08/sejarah-kebudayaan-tari-jaipong.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar